Polemik Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP) ASN di OKU Timur belakangan mencuat di ruang publik. Dari puluhan miliar, angkanya dipangkas hingga belasan miliar. Publik pun bertanya-tanya: apakah angka sebesar itu akan membuat birokrasi melaju kencang, atau justru hanya jadi “bensin mahal” untuk mobil yang sering parkir di garasi?
Secara teori, TPP adalah bensin tambahan agar ASN bekerja lebih cepat, disiplin, dan profesional. ASN rajin, pelayanan publik lancar, masyarakat tersenyum. Begitulah narasi indahnya. Namun, di lapangan, ada saja keluhan klasik: urusan administrasi berlarut, izin usaha berbelit, dan pelayanan kesehatan kadang lebih membuat sakit hati daripada menyembuhkan. Bensin ada, mobil tetap ngadat.
Data Kepuasan Layanan Publik di OKU Timur
Tentu tidak adil hanya mengkritik tanpa melihat angka. Beberapa data resmi bisa jadi cermin sejauh mana bensin TPP benar-benar membuat mobil birokrasi berjalan:
Dinas Pendidikan dan Kebudayaan OKU Timur meraih nilai 77,28 pada survei Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) tahun 2021, kategori baik.
Disdukcapil OKU mendapatkan nilai kepuasan 87,2 % dari survei masyarakat tahun 2019.
Ombudsman RI 2023 memberi skor 94,39 kepada Pemkab OKU Timur dalam Penilaian Kepatuhan Pelayanan Publik—masuk zona hijau alias kategori tertinggi.
Inovasi DPMPTSP berupa layanan perizinan keliling hadir untuk memangkas jarak dan birokrasi, sehingga warga di pelosok tetap bisa mengurus izin tanpa harus ke kantor kabupaten.
Artinya, bensin TPP ini tidak sepenuhnya mubazir. Ada bukti bahwa sebagian mobil birokrasi benar-benar melaju, bahkan cukup kencang.
Bensin Mahal, Sopir Kadang Mengantuk
Namun, data juga menunjukkan ada PR besar. Skor 77,28 di sektor pendidikan menandakan pelayanan belum maksimal. Layanan dasar masih perlu disederhanakan.
Analogi gampangnya: bensin sudah full tank, mobil cukup bagus, tapi sopirnya kadang mengantuk di jalan. Akibatnya, penumpang (masyarakat) tetap gelisah menunggu sampai tujuan.
Masyarakat OKU Timur rela patungan lewat pajak agar ASN mendapat TPP. Tapi ada satu syarat: mobil birokrasi harus benar-benar jalan. Jangan sampai bensin habis untuk parkir manis di garasi kantor.
Jika TPP benar-benar berbasis kinerja, transparan, dan berorientasi hasil nyata, maka masyarakat akan puas: KTP selesai cepat, izin usaha tak berbelit, pelayanan kesehatan ramah. Tapi jika tidak, TPP hanyalah tambahan “uang jajan birokrasi” yang jauh dari kepentingan publik.
TPP ASN OKU Timur sejatinya bukan sekadar angka di APBD, melainkan tolok ukur kualitas pelayanan publik. Selama birokrasi masih bisa membuktikan kinerja melalui survei kepuasan yang tinggi dan penghargaan Ombudsman, bensin itu sah-sah saja. Tapi bila masyarakat masih harus jalan kaki karena mobil birokrasi ogah melaju, maka sudah waktunya sopir diganti, bukan bensinnya ditambah.
Discussion about this post