OKU Timur, Kiir Media – Jadi begini, setiap kali ada acara launching di kabupaten, aroma seremonial itu khas, spanduk, sambutan panjang, tepuk tangan formal, dan tentu foto bersama dengan pose wajib, tangan kanan kedepan lima jari menengadah keatas simbol “menyala”.
Kali ini giliran Bupati Enos yang me-launching Warung PKK, Koperasi PKK, dan Program Tukor-Tukoran. Tiga program yang katanya keren, inspiratif, dan berdampak sosial.
Tapi… mari kita tarik napas, minum teh dulu, lalu tanya pelan-pelan, apa kabar program PKK yang dulu juga pernah “dilaunching”? Masih hidup atau sudah jadi papan nama berdebu?
Di atas kertas, idenya bagus. Warung PKK jadi wadah produk lokal, Koperasi PKK bantu ekonomi, dan Tukor-Tukoran wah, itu bahkan eco-friendly, mengurangi limbah konsumsi, katanya. Tapi kalau “ruang berbagi” ini ujung-ujungnya cuma tempat tukar baju bekas yang dua minggu kemudian sepi karena tak ada pengurus yang standby, itu namanya bukan Tukor-Tukoran, tapi “Titip-Titipan dan Lupa-Lupaan”.
Lalu bicara soal Koperasi PKK, kita tahu koperasi di negeri ini sering nasibnya mirip sinetron, awalnya indah, ramai, berjanji sejahtera bersama, lalu pelan-pelan sepi, pengurus ganti, laporan keuangan kabur, dan akhirnya tinggal papan nama. Semoga kali ini tidak begitu.
Sementara itu, Bupati Enos seperti biasa tampil kalem tapi penuh harapan. Ia bilang, PKK ini tanpa pamrih, jiwa sosial tinggi, dan menyentuh masyarakat langsung. Betul, Pak. Tapi barangkali akan lebih menyentuh lagi kalau programnya benar-benar nyentuh dapur warga, bukan cuma nyentuh podium pidato.
Tentu, kita apresiasi Ibu dr. Sheila Noberta, yang jelas punya niat tulus untuk menggerakkan PKK ke arah produktif. Tapi, kalau boleh jujur, PKK ini sudah lama jadi semacam “taman bermain administratif”, penuh program bagus di spanduk, tapi sering hilang arah di lapangan.
Dan soal Tukor-Tukoran, ide lokal dari bahasa Komering itu keren. Filosofi berbagi dan memperpanjang umur barang sangat relevan dengan isu lingkungan. Tapi, ya, jangan sampai masyarakat malah mikir, “oh ini cuma versi sopan dari lapak barang bekas yang dikasih pita merah dan banner.”
Kesimpulannya? Warung PKK dan Tukor-Tukoran memang layak diapresiasi, tapi lebih layak lagi kalau benar-benar jadi gerakan sosial yang hidup, bukan sekadar proyek branding “ibu-ibu hebat” di foto Instagram Pemkab. Karena rakyat sekarang bukan cuma mau lihat seremoni, tapi juga mau lihat bukti, bukan cuma tukar-tukaran barang, tapi tukar-tukaran manfaat nyata.
Dan kalau nanti program ini benar-benar berhasil sampai ke dapur warga, bukan cuma ke press release Diskominfo, maka baru kita bisa bilang: “Bravo, PKK! Tukor-tukoran yang benar-benar tukar nasib, bukan tukar baju bekas.”
Redaksi
Discussion about this post