OKU Timur, Kiri Media – Proyek taman utilitas irigasi di Desa Kota Baru Barat, Kabupaten OKU Timur, sudah berkali-kali dikritik sejak tahap pembangunannya di tahun 2023 dan 2024. Tapi seperti biasa, kritik hanya jadi angin lalu, proyek tetap jalan, bahkan dilanjutkan dengan percaya diri. Katanya, untuk “keindahan kota” dan “ruang hijau publik.” Nyatanya, kini yang hijau cuma tanaman liar disamping taman dan ornamen hias yang retak.
Dibiayai dari APBD dua tahun anggaran dengan total hampir Rp1,2 miliar, proyek ini seolah menjadi simbol betapa pemerintah daerah memang jago membuat bangunan, tapi kurang jago memastikan bangunan itu punya fungsi.
Di lapangan, taman itu kini tampak memprihatinkan. Beberapa hiasan patah dan berserakan. Alih-alih menjadi ruang santai warga, posisinya yang berdampingan langsung dengan jalan lintas tengah, jalur kendaraan berat justru membuat taman terasa lebih berbahaya ketimbang menyenangkan.
“Bagus niatnya, tapi tempatnya salah. Siapa yang mau duduk di pinggir jalan truk?” ujar Dedi (43), warga sekitar, sambil menunjuk taman.
Yang membuat publik geleng-geleng bukan cuma hasilnya, tapi juga sikap pejabat terkait. Saat dikonfirmasi oleh salah satu media pada 27 Februari 2024 yang lalu, Kepala Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman (Perkim) OKU Timur, Danan Rachmat, menjawab dengan nada ketus dan emosi melalui pesan WhatsApp,
“Terserah kamu. Yang jelas tahun ini ado lanjutan, yang jelas ado izinnyo. Makonyo kamu harus sering lihat kota orang,” tulisnya.
Jawaban itu menambah daftar panjang drama pembangunan di OKU Timur. Mungkin maksudnya untuk menegaskan keyakinan akan proyek tersebut, tapi di telinga publik terdengar seperti kalimat khas pejabat yang sudah kebal kritik.
Padahal, Bupati OKU Timur Ir. H. Lanosin, S.T., M.T. kerap mengulang visinya: “OKU Timur Maju Lebih Mulia.” Dalam berbagai kesempatan, ia menekankan pentingnya pembangunan infrastruktur yang “merata, berkelanjutan, dan menyejahterakan masyarakat.
Namun kalau taman yang dianggarkan miliaran ini hasilnya seperti monumen setengah jadi, publik bisa bertanya-tanya, apakah yang “maju” itu rakyatnya, atau justru proyeknya?
Kini, taman irigasi yang dulu dijanjikan jadi simbol hijau malah jadi simbol abu-abu, debu, retakan, dan kekecewaan. Kalau “Maju Lebih Mulia” artinya tetap jalan meski dikritik, dan “infrastruktur berkelanjutan” artinya melanjutkan proyek yang sudah bermasalah, maka sepertinya visi daerah ini memang sudah tercapai, setidaknya di papan nama sebagai monumen.
Redaksi

Discussion about this post