OKU Timur, Kiri Media – Kalau Anda pikir profesi dokter di daerah selalu hidup glamor dengan jas putih dan stetoskop mengilap, Musyawarah Cabang IDI OKU Timur 2025 mungkin bisa sedikit menurunkan ekspektasi itu.
Ya, organisasi para penyembuh ini ternyata belum juga punya sekretariat tetap.
Ibarat dokter tanpa klinik, IDI OKU Timur sampai sekarang masih harus “berdomisili sementara”.
Pada Sabtu, 1 November 2025, di Aula Bina Praja 1 Pemkab OKU Timur, sekitar 200-an dokter berkumpul. Musyawarah berjalan tertib, adem ayem, sampai akhirnya tanpa drama pemilihan sengit dr. Mustika Dharma, Sp.OG., terpilih secara aklamasi.
Dalam dunia politik, itu jarang. Tapi di dunia dokter, mungkin sindrom “ayo cepet aja biar bisa pulang jaga malam” lebih kuat.
dr. Mustika sendiri bukan nama baru. Ia dikenal sebagai sosok yang tenang dan berkomitmen. Dalam sambutannya, ia bilang siap membawa IDI OKU Timur jadi lebih baik.
Tapi di balik semangat itu, terselip satu fakta getir, organisasi dokter ini belum punya sekretariat sendiri.
Bayangkan, di tengah era digital dan BPJS yang kadang bikin pasien lebih sering curhat daripada sembuh, IDI OKU Timur masih belum punya “alamat tetap”.
Harapan dr. Mustika sederhana: semoga nanti bisa punya kantor. Sementara itu, rapat, koordinasi, dan administrasi masih “ngontrak” entah di mana.
Padahal, kalau bicara soal dana hibah, kerja sama dengan pemda, atau peningkatan kompetensi dokter, sekretariat permanen itu bukan kemewahan, itu kebutuhan dasar.
Lebih lanjut, dr. Mustika juga mendorong agar pemerintah daerah mendukung pendidikan dokter spesialis.
Permintaan yang sangat masuk akal, mengingat tenaga dokter spesialis di OKU Timur masih lebih langka daripada jalan berlubang yang cepat diperbaiki.
Karena memang, tanpa beasiswa dan rekomendasi resmi dari pemerintah, banyak dokter akhirnya terjebak di dilema klasik: mau lanjut sekolah tapi nggak ada biaya, mau tetap kerja tapi pasien makin banyak.
Padahal, kesehatan masyarakat itu bergantung pada sistem yang bukan hanya menuntut dedikasi, tapi juga dukungan nyata dari kebijakan daerah.
Jadi, di balik Muscab yang tampak sederhana dan aklamasi yang damai, terselip realita getir tentang dunia kedokteran daerah. Organisasi profesi yang masih cari kantor, dokter yang masih cari beasiswa, dan pelayanan kesehatan yang masih cari perhatian.
Karena pada akhirnya, tanpa ruang yang pasti, visi besar IDI OKU Timur untuk “meningkatkan mutu layanan kesehatan” hanya akan terdengar seperti diagnosis tanpa resep.
Redaksi

Discussion about this post