Jakarta, Kiri Media — Perdebatan mengenai penugasan anggota Polri aktif pada jabatan sipil kembali mencuat setelah Mahkamah Konstitusi (MK) mengeluarkan Putusan Nomor 114/PUU-XXIII/2025. Di tengah beragam tafsir yang beredar, pakar hukum tata negara sekaligus akademisi nasional, Prof. Henry Indraguna, mengingatkan publik agar membaca putusan tersebut secara menyeluruh.
Prof. Henry menilai kekeliruan yang muncul di ruang publik disebabkan oleh pembacaan yang tidak utuh terhadap dokumen putusan. Ia menilai sikap Kapolri yang menyatakan akan menghormati dan menindaklanjuti putusan MK sebagai langkah tepat untuk memastikan penyesuaian teknis berjalan sesuai aturan.
Menurut dia, asumsi bahwa MK melarang seluruh anggota Polri menduduki jabatan di luar institusi Kepolisian tidak memiliki dasar.
“Dalam putusan tersebut, MK tidak pernah melarang anggota Polri aktif menduduki jabatan tertentu di lembaga pemerintahan pusat selama jabatan tersebut memiliki keterkaitan dengan tugas kepolisian,” ujar Prof. Henry, Selasa (17/11/2025).
Ia menjelaskan, poin yang dibatalkan MK hanya menyangkut mekanisme penugasan melalui jalur Kapolri bagi jabatan-jabatan yang tidak relevan dengan tugas kepolisian. Sementara untuk jabatan yang memiliki hubungan dengan fungsi Polri, ketentuan sebelumnya tetap dapat diterapkan.
Lebih jauh, ia menegaskan bahwa landasan hukum penugasan anggota Polri ke instansi lain masih berlaku melalui Pasal 28 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri. Ketentuan ini tidak tersentuh oleh putusan MK.
“Penugasan anggota Polri di luar institusi Polri sah secara hukum. Karena undang-undang yang menjadi dasar tindakan itu sampai saat ini masih eksisting secara konstitusional,” kata dia.
Pasal tersebut, sambungnya, memberi ruang bagi kementerian dan lembaga negara untuk mengajukan permintaan penugasan anggota Polri sesuai kebutuhan. Prosedur administratif tetap harus dipenuhi, mulai dari permintaan resmi instansi, persetujuan dari kementerian terkait seperti KemenPAN-RB, hingga penerbitan surat keputusan penugasan oleh Kapolri.
“Selama prosedur ini dijalankan, maka tidak ada masalah hukum. Penugasan tetap sah dan konstitusional,” ujarnya.
Prof. Henry juga menyambut baik langkah Kapolri membentuk tim pokja guna menyusun kajian cepat sebagai pedoman pelaksanaan teknis putusan MK. Upaya tersebut dinilainya penting untuk mencegah munculnya tafsir yang berbeda-beda pada level implementasi.
Ia menutup dengan mengingatkan publik agar lebih berhati-hati dalam membaca dan menyebarkan informasi terkait putusan MK.
“Putusan MK No. 114/PUU-XXIII/2025 harus dibaca dengan lengkap dan utuh. Jangan hanya melihat potongan informasi atau komentar yang belum tentu sesuai dengan substansi putusan,” kata Prof. Henry.
Redaksi
Keterangan : Narasi dalam berita ini dikutip dan disadur dari berbagai sumber, kemudian diolah kembali dengan penyesuaian redaksi

Discussion about this post