OKU Timur, Kiri Media — Dinas Perdagangan dan Perindustrian Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU) Timur tercatat menganggarkan sedikitnya Rp1 miliar untuk kegiatan rehabilitasi tujuh pasar tradisional pada tahun anggaran 2025.
Data tersebut termuat dalam laman resmi Sistem Informasi Rencana Umum Pengadaan (SIRUP) LKPP, dengan seluruh paket pekerjaan tercatat menggunakan metode pengadaan langsung.
Ketujuh pasar tersebut meliputi Pasar Tradisional Gumawang, Pandan Agung, Rawa Bening, Sidodadi, Sriwangi, Sumber Agung, dan Way Hitam.
Masing-masing memiliki pagu anggaran yang bervariasi antara Rp50 juta hingga Rp200 juta. Empat di antaranya tercatat dengan nilai tepat Rp200 juta, atau berada di batas maksimal nominal untuk sistem pengadaan langsung tanpa lelang terbuka.
Pola Pengadaan Langsung Seragam
Dari penelusuran, seluruh paket rehab pasar itu menggunakan metode “pengadaan langsung”, di mana proses pemilihan penyedia dilakukan tanpa lelang terbuka.
Metode ini lazim digunakan untuk pekerjaan dengan nilai maksimal Rp200 juta, namun menjadi rawan penyalahgunaan jika dilakukan secara berulang dengan pola yang seragam.
“Empat dari tujuh proyek nilainya tepat Rp200 juta. Ini menimbulkan pertanyaan apakah ada pemecahan paket agar seluruh kegiatan tetap berada di bawah batas pengadaan langsung,” ujar seorang sumber internal Pemkab OKU Timur yang enggan disebut namanya.
Praktik pemecahan paket atau splitting project umumnya dilakukan untuk menghindari proses tender terbuka.
Dampaknya, pengawasan publik terhadap proses pemilihan penyedia menjadi lebih terbatas, sementara potensi inefisiensi meningkat.
Kualitas Pekerjaan Diragukan
Di sisi lain, besaran anggaran yang relatif kecil juga membuat efektivitas program dipertanyakan. Dengan nilai Rp50–200 juta per pasar, rehabilitasi yang dilakukan kemungkinan besar terbatas pada perbaikan ringan atau pengecatan ulang, bukan renovasi struktural menyeluruh.
Sejumlah pedagang pasar di OKU Timur mengaku belum mengetahui rencana detail kegiatan tersebut.
“Ada rehab memang, tapi tidak terlihat sepertinya sekedarnya karena pasar inikan baru dibangun masa sudah direhab, kalau rehab hanya sebatas itu paling tahun depan sudah rusak lagi,” kata salah satu pedagang di kawasan Pasar Sriwangi, Selasa (11/11).
Aktivis Antikorupsi Sumsel Desak Pemeriksaan
Menanggapi pola pengadaan yang seragam tersebut, Aktivis Jaringan Anti Korupsi (JAKOR) Sumsel, Fadrianto, mendesak aparat penegak hukum (APH) dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk turun tangan.
“Kami meminta APH dan BPK melakukan pemeriksaan terhadap pola rehab pasar ini. Pemecahan paket dengan nilai pengadaan langsung yang seragam patut diaudit, karena bisa mengindikasikan potensi mark-up atau pemborosan anggaran,” tegas Fadrianto saat dihubungi, Rabu (12/11).
Fadrianto menambahkan, praktik korupsi di daerah seringkali bersembunyi di balik proyek kecil.
“Nominalnya mungkin tidak besar, tapi kalau dilakukan berulang dan sistematis, totalnya bisa signifikan. Justru di proyek-proyek seperti ini penyimpangan paling sering luput dari sorotan publik,” katanya.
Menunggu Transparansi Pemkab
Hingga berita ini diturunkan, pihak Dinas Perdagangan dan Perindustrian OKU Timur belum memberikan keterangan resmi terkait alasan tujuh pasar direhabilitasi secara bersamaan dan dengan metode pengadaan langsung.
Kiri media telah berupaya menghubungi pejabat dinas terkait namun belum mendapat tanggapan.
Publik kini menunggu keterbukaan Pemerintah Kabupaten OKU Timur dalam menjelaskan dasar perencanaan, mekanisme pemilihan penyedia, serta rincian teknis pekerjaan di setiap pasar.
Sebab, transparansi bukan hanya soal angka di SIRUP, tapi juga tentang kejujuran dalam menggunakan uang rakyat.
Redaksi

Discussion about this post